https://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/issue/feedJournal of Studia Legalia2024-11-12T15:53:46+00:00Nadya Wulandari[email protected]Open Journal Systems<p><strong>Journal of Studia Legalia</strong> is an open access and pre-reviewed legal journal, published twice a year (May and November). It was founded by the Legal Study and Research Forum, Faculty of Law, Brawijaya University (FKPH FH UB). Before using the name Journal of Studia Legalia, this journal was known as Mimbar Jurnal Hukum which consisted of 2 (two) volumes, Vol. 01 No. 01 of 2020 and Vol. 02 No. 02 of 2021, with a publication period of 1 (one) time per year, then at the beginning of 2022 Mimbar Jurnal Hukum changed its name to Journal of Studia Legalia with the hope that this change of name would become a legal journal identity for the Faculty of Law Study and Research Forum Brawijaya University Law, and which will be published 2 (two) times in 1 (one) year. This journal consist domestic and international legal developments that relate to the constitusional law and state administrative law issues. The platform provides a place for all scholars around the world to share their academic work.</p>https://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/121STRATEGI HARMONISASI PENGUATAN KEDAULATAN INDONESIA DAN MEKANISME RESPONSIBILITY TO PROTECT (R2P) TERHADAP PARA PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA DI INDONESIA: STUDI KASUS ETNIS ROHINGYA2024-10-30T13:25:35+00:00Oktav Fazha Darmawansyah[email protected]Heren Puja Desfitra[email protected]<p style="text-align: justify;">Indonesia merupakan negara yang seringkali disinggahi oleh pengungsi dan pencari suaka dari negara lain. Pencari suaka adalah individu ataupun sekelompok orang yang melarikan diri ke negara lain dan meninggalkan negaranya sendiri untuk mendapatkan tempat yang aman serta perlindungan di negara yang disinggahi. Sedangkan, pengungsi merupakan orang atau golongan yang (menghindarkan) diri dari bencana atau bahaya dan menyelamatkan diri menuju tempat yang lebih aman. Namun, penanganan untuk imigran asing yang dalam hal ini adalah pengungsi dan pencari suaka belum mendapatkan penjelasan lebih komprehensif. Oleh karena itu, tulisan ini akan membahas bagaimana upaya penanganan penerapan imigrasi di beberapa negara lain serta bagaimana harmonisasi penguatan kedaulatan pengaturan keimigrasian terhadap pengungsi dan pencari suaka di Indonesia dengan mekanisme <em>Responsibility to Protect</em> (R2P) yang diharapkan bisa memberikan rekomendasi untuk peraturan mengenai pengungsi dan pencari suaka di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis-normatif atau penelitian hukum doktrinal. Hasil dan pembahasan dari tulisan ini adalah adanya ketidaklengkapan norma terkait dengan proses keimigrasian di Indonesia yang berhubungan dengan pencari suaka dari negara lain. Selain itu, adanya perbedaan kebijakan yang berlaku terkait pengungsi dan pencari suaka di beberapa negara seperti Malaysia dan Thailand yang diharapkan dengan perbandingan tersebut akan memberikan rekomendasi untuk peraturan tentang pengungsi dan pencari suaka di Indonesia.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/118ANALISIS GARIS-GARIS BESAR HALUAN NEGARA (GBHN) TAHUN 1988 MELALUI TAP MPR NOMOR II/MPR/1988 BERDASARKAN PERSPEKTIF TEORI POLITIK HUKUM PARA AHLI2024-10-27T15:23:30+00:00Bethree Crystala[email protected]Ahmad Rayhan Thoha Ridlo[email protected]<p><span style="font-weight: 400;">Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) merupakan suatu haluan negara dalam garis-garis besar sebagai pernyataan kehendak rakyat yang pada hakekatnya adalah suatu pola umum pembangunan nasional yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk jangka waktu 5 tahun. Salah satu GBHN yang pernah dikeluarkan oleh MPR adalah GBHN Tahun 1988-1993 yang lahir pada masa orde baru di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Dalam penelitian ini membahas terkait GBHN 1988 dan pengaruhnya terhadap situasi dan kondisi pada era tersebut disertai dengan kaitannya dengan pendapat para ahli. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis situasi dan kondisi pemerintahan pada rentang tahun 1988-1993 dan untuk mengetahui dan menganalisis situasi dan kondisi rentang tahun 1988-1993 berdasarkan teori politik hukum menurut ahli. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif atau penelitian hukum doktrinal, dengan identifikasi terhadap bahan hukum primer yang kemudian dilanjutkan dengan pengkajian terhadap bahan hukum sekunder untuk menjawab persoalan atau isu hukum yang menjadi objek penelitian. Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa GBHN 1988 sangat berperan penting dalam terselenggaranya pemerintahan, baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. Selain itu, berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa GBHN 1988 sangat kental dan memiliki kaitan dengan politik hukum karena pada dasarnya GBHN dibentuk berdasarkan pemerintahan yang berkuasa kala itu.</span></p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><span style="font-weight: 400;">politik hukum, GBHN, orde baru.</span></p> <p><br style="font-weight: 400;"><br style="font-weight: 400;"></p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/115PENGGUNAAN BUZZER POLITIK DALAM KAMPANYE PEMILIHAN UMUM SEBAGAI ANCAMAN TERHADAP DEMOKRASI NEGARA INDONESIA2024-10-21T16:45:58+00:00Melissa Gracia Kireina[email protected]<p><strong>ABSTRAK</strong></p> <p> </p> <p><span style="font-weight: 400;">Pemilihan umum merupakan parameter dalam mengukur apabila sebuah negara itu demokratis atau tidak. Sebelum pelaksanaan pemilihan umum, baik calon atau pasangan calon dan/atau tim memiliki hak untuk melaksanakan kampanye, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan dukungan sebanyak-banyaknya dari masyarakat. Kini, pelaksanaan kampanye seringkali dilakukan melalui penggunaan </span><em><span style="font-weight: 400;">buzzer</span></em><span style="font-weight: 400;">. </span><em><span style="font-weight: 400;">Buzzer </span></em><span style="font-weight: 400;">merupakan jasa dimana seseorang memanfaatkan sosial medianya untuk menyebarkan informasi serta melakukan promosi terhadap suatu produk atau jasa dari sebuah perusahaan atau instansi tertentu. Namun, jasa </span><em><span style="font-weight: 400;">buzzer </span></em><span style="font-weight: 400;">ini ternyata seringkali disalahgunakan, seperti dengan menyebarkan informasi palsu demi menjatuhkan pihak lain. Penggunaan </span><em><span style="font-weight: 400;">buzzer</span></em><span style="font-weight: 400;"> dalam lingkup politik sejatinya diperbolehkan guna menumbuhkan keyakinan dalam diri para rakyat terkait suatu isu atau pihak yang menjadi calon-calon wakil rakyat. Akan tetapi, </span><em><span style="font-weight: 400;">buzzer </span></em><span style="font-weight: 400;">politik dalam lingkup negatif dapat merusak arti dan tujuan dari Pemilu dan menjadi ancaman besar bagi demokrasi negara. Dengan demikian, artikel ini bertujuan untuk memperluas wawasan terkait penggunaan </span><em><span style="font-weight: 400;">buzzer</span></em><span style="font-weight: 400;"> dalam lingkup politik dan dampaknya terhadap demokrasi negara. </span></p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><em><span style="font-weight: 400;">buzzer</span></em><span style="font-weight: 400;">, demokrasi, hukum, kampanye politik, pemilihan umum.</span></p> <p> </p> <p><strong><em>ABSTRACT</em></strong></p> <p> </p> <p><em><span style="font-weight: 400;">General elections are a parameter that measures whether a country is democratic or not. Before the general election, candidates or candidate pairs and teams have the right to carry out a campaign, which is an activity carried out to gain as much support as possible from the public. Now, the implementation of the campaign is often carried out through the use of buzzers. Buzzers are services where someone uses their social media to spread information and promote a product or service from a particular company or agency. However, this buzzer service is often misused, such as spreading false information to bring down other parties. The use of buzzers in the political sphere is allowed to foster confidence in the people regarding an issue or party that is a candidate for people's representatives. However, political buzzers in a negative scope can damage the meaning and purpose of the election and become a major threat to the country's democracy. Thus, this article aims to broaden insight regarding the use of buzzers in the political sphere and its impact on the country's democracy.</span></em></p> <p><strong><em>Keyword</em></strong><strong>: </strong><em><span style="font-weight: 400;">buzzer, democracy, election, law, political campaign.</span></em></p> <p><br style="font-weight: 400;"><br style="font-weight: 400;"></p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/111ANALISIS KASUS DENGAN PENDEKATAN ETIKA PROFESI POLISI REPUBLIK INDONESIA (STUDI KASUS BHARADA ELIEZER)2024-10-18T12:01:15+00:00Arya Syarif[email protected]<p>Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan menganalisis pelanggaran Kode Etik Profesi Polri oleh Bharada Richard Eliezer, terpidana dalam kasus pembunuhan berencana Joshua Hutabarat bersama Ferdy Sambo. Menggunakan metode yuridis normatif dengan studi kepustakaan, penelitian ini menganalisis peraturan terkait etika profesi Polri dan membandingkannya dengan kode etik kepolisian Inggris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kode Etik Profesi Polri merupakan panduan normatif fundamental bagi anggota Polri, mencakup integritas, akuntabilitas, dan profesionalisme. Peraturan Polisi Nomor 7 Tahun 2022 mengatur norma-norma yang harus dipatuhi, termasuk etika kenegaraan, kelembagaan, sosial, dan pribadi, serta tingkat pelanggaran kode etik. Kasus Bharada Richard Eliezer mengungkapkan dampak signifikan pelanggaran kode etik terhadap citra Polri. Meskipun bertindak sebagai <em>Justice Collaborator</em>, tindakan di bawah tekanan hierarki tidak menghapus tanggung jawab etisnya sebagai anggota kepolisian. Perbandingan dengan Inggris menunjukkan perbedaan dalam mekanisme pengawasan. Indonesia mengandalkan pengawasan internal yang sering dianggap kurang transparan, sementara Inggris memiliki sistem pengawasan eksternal melalui lembaga independen seperti IOPC, yang memiliki transparansi. Penelitian ini menyoroti pentingnya penerapan kode etik yang ketat dan sistem pengawasan yang efektif dalam institusi kepolisian untuk menjaga integritas dan kepercayaan publik.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/109EKSISTENSI MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM KONSEP GREEN CONSTITUTION UNTUK MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI INDONESIA2024-10-13T08:50:18+00:00Novita Anggraeni[email protected]Ajeng Ragil Sunaryo[email protected]Mochammad Wahyu Anugrah Utomo[email protected]<p>Makhluk hidup memiliki keterkaitan erat dengan lingkungan hidup. Sehingga, dasar bagi keberlangsungan kehidupan makhluk hidup adalah lingkungan hidup yang sehat dan seimbang. Dewasa ini, kondisi lingkungan hidup di dunia menghadapi berbagai tantangan serius, termasuk Indonesia. Untuk itu, perlunya perlindungan lingkungan hidup diletakkan dalam sebuah landasan yuridis yang kuat. Salah satunya dalam wadah konstitusi. Dalam perkembangannya, proses tersebut dikenal dengan sebutan konstitusi hijau. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis merumuskan dua masalah utama yang akan diangkat yakni bagaimana eksistensi Mahkamah Konstitusi terhadap problematika undang-undang yang kontra terhadap lingkungan hidup? serta bagaimana penerapan konstitusi hijau yang seyogyanya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam rangka memastikan perlindungan lingkungan hidup dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Indonesia? Dalam melakukan kajian penelitian menggunakan tipe penelitian hukum normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan, pendekatan konseptual, dan pendekatan perbandingan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1). Eksistensi Mahkamah Konstitusi terwujud melalui kewenangannya, yakni dalam pengujian undang-undang yang bertentangan dengan Konstitusi Negara Indonesia. Meskipun begitu, sebenarnya Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan langsung dalam penerapan konstitusi hijau; 2). Mahkamah konstitusi sebagai penjaga konstitusi seyogyanya tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pengujian undang-undang tetapi juga sebagai penegak prinsip-prinsip ekosentris dan kebijakan serta tindakan pemerintah. Kedepannya, diharapkan Indonesia dapat merefleksikan Konstitusi Ekuador 2008 ke dalam regulasinya.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/107AKSENTUASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN MAFIA TAMBANG MELALUI PENERAPAN SISTEM INTEROPERABILITAS DALAM MENDORONG KEWENANGAN OTONOMI DAERAH YANG BERKEADILAN2024-10-07T15:20:05+00:00Maheswari Kinanthi Prabowo Putri[email protected]Dimas Aditya Ashari[email protected]Rizky Dian Pratama[email protected]<p>Indonesia menganut konsep negara kesejahteraan yang mengamanatkan tanggung jawab<br>negara untuk memajukan kesejahteraan umum. Salah satu aspek yang paling signifikan dari peran<br>negara adalah dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam (SDA). Pengelolaan SDA yang<br>baik dan berkelanjutan menjadi salah satu kunci dalam mewujudkan cita-cita kesejahteraan umum<br>yang diamanatkan oleh konstitusi. Salah satu bentuk dari pengelolaan SDA ialah hadirnya<br>pertambangan. Akan tetapi, pengelolaan pertambangan memiliki risiko terjadinya perusakan dan<br>pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, sangat penting bagi pemerintah untuk memainkan peran<br>aktif dalam menciptakan tata kelola yang efektif. Meskipun demikian, saat ini terdapat kelemahan<br>yang mencolok dalam implementasi tata kelola pertambangan. Salah satu masalah utama adalah<br>kurangnya transparansi dalam proses pemberian izin serta identitas penerima izin. Penelitian ini<br>bertujuan untuk menganalisis dan memberikan solusi terkait kejahatan mafia tambang untuk<br>menjamin lingkungan hidup yang sehat bagi masyarakat. Adapun metode penelitian yang digunakan,<br>yaitu penelitian hukum doktrinal dengan pendekatan normatif. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis<br>menemukan berbagai permasalahan yang akan berpengaruh terhadap pelaksanaan lingkungan hidup<br>di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan adanya penegakan hukum terhadap kejahatan mafia<br>tambang melalui penerapan sistem interoperabilitas dalam mendorong kewenangan otonomi daerah<br>yang sejalan dengan teori sistem hukum menurut Lawrence M. Friedman guna mengoptimalkan<br>instrumen hukum yang berlaku. Hadirnya mekanisme ini dapat menyelesaikan permasalahan mafia<br>tambang di Indonesia.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/103Perwujudan PERWUJUDAN GOOD GOVERNANCE TERHADAP TINDAKAN PUNGUTAN LIAR DALAM PELAYANAN PUBLIK2024-06-21T08:30:59+00:00Muhammad Rizky Aditiya[email protected]Mely Permata Simarmata[email protected]Amy Cynthia Ramdhani Zainuddin[email protected]Gusril Wardana[email protected]Khairan Atallah Daffa[email protected]Nino Alfitra Salam[email protected]<p>Pelayanan publik lahir di masyarakat sebagai respons atas kebutuhan, pelayanan publik bagaikan jembatan yang menghubungkan masyarakat dengan kebutuhan dasar mereka. Fenomena pungli dalam penyelenggaraan pelayanan publik pada dasarnya masih jauh dari harapan pemenuhan <em>good governance</em> yang ditandai dengan rendahnya tingkat responsivitas pemerintah kota yang menghasilkan banyak keluhan masyarakat, ketidakpastian prosedur, biaya, dan waktu pelayanan sehingga praktik-praktik ketidakprofesionalan ini menyebabkan praktik pungli yang dilakukan atas dasar suka sama suka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk masalah dan pendapat masyarakat dalam pelayanan publik yang dapat mewujudkan <em>good governance</em>. Penelitian ini merupakan tipe penelitian yuridis empiris atau disebut dengan penelitian lapangan, yakni penelitian hukum yang menganalisis regulasi yang berlaku serta apa yang terimplementasi dalam kehidupan masyarakat. Masyarakat berpendapat bahwa untuk mewujudkan <em>good governance</em> pemerintah harus lebih transparan, akuntabel, serta responsif dalam menangani permintaan masyarakat. Hal ini berpotensi memberikan peningkatan pada kepercayaan dan interaksi masyarakat kepada pemerintah untuk menjalankan fungsinya sebagai aparatur negara yang melayani masyarakat. Transparansi dalam hal ini yaitu pemerintah mengambil keputusan dan penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/119REFORMASI BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM (BAWASLU) DALAM PENEGAKAN HUKUM PEMILU DI ERA DEMOKRASI KONTEMPORER 2024-10-28T04:33:47+00:00Saiful Hamdi[email protected]<p>Dalam era demokrasi kontemporer, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memegang peranan krusial dalam menjaga integritas dan keadilan proses pemilu di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap strategi Bawaslu dalam menegakkan hukum pemilu di era kontemporer. Metode penelitian hukum normatif yang digunakan dengan mengumpulkan bahan hukum primer dan sekunder mengenai penegakan hukum pemilu dan kemudian dianalisis berdasarkan demokrasi kontemporer dengan silogisme deduktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Bawaslu menghadapi berbagai tantangan yang cukup berarti, mulai dari keterbatasan sumber daya hingga perkembangan teknologi yang pesat, lemahnya penegakan hukum pemilu, dan sebagainya, sehingga diperlukan strategi yang komprehensif dan berkelanjutan. Yang tidak kalah krusial dalam menghadapi tantangan teknologi, Bawaslu perlu memperkuat keamanan data dan infrastruktur informasi dan teknologi, proaktif menangani disinformasi dan hoax, mengatur dan mengawasi kampanye di media sosial, serta mengembangkan sistem pelaporan digital untuk memantau politik uang, sehingga diharapkan Bawaslu dapat memastikan proses pemilu di Indonesia berlangsung secara bersih, adil, dan transparan. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemilu dan memperkuat demokrasi di Indonesia di era kontemporer yang semakin kompleks dan terdigitalisasi.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/117OPTIMASI PEMANFAATAN MACHINE LEARNING SEBAGAI UPAYA PENANGGULANGAN OVERREGULATION GUNA MENJAMIN KEDAYAGUNAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA2024-10-27T02:35:27+00:00Dhea Gupta[email protected]<p><span style="font-weight: 400;">Fenomena </span><em><span style="font-weight: 400;">overregulation</span></em><span style="font-weight: 400;"> di Indonesia telah mengakibatkan banyak peraturan perundang-undangan bersifat multitafsir, kontradiktif, dan saling bertentangan. Berdasarkan data Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum Nasional oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, kuantitas regulasi di Indonesia telah mencapai 97.703 per 1 Juli 2024.</span> <span style="font-weight: 400;">Regulasi tersebut mencakup berbagai tingkatan hukum, mulai dari peraturan pusat hingga daerah yang sering kali bersifat tumpang tindih dan tidak terkoordinasi dengan baik. Pendekatan harmonisasi peraturan perundang-undangan oleh pemerintah pada </span><em><span style="font-weight: 400;">status quo </span></em><span style="font-weight: 400;">dinilai masih kurang efektif karena tidak mengoptimalisasi upaya simplifikasi peraturan perundang-perundangan melalui penyederhanaan maupun pemangkasan peraturan perundang-undangan. Konsekuensinya, permasalahan </span><em><span style="font-weight: 400;">overregulation</span></em><span style="font-weight: 400;"> kian menggemuk dan menciptakan ketidakpastian hukum bagi masyarakat. Karya Artikel Ilmiah ini merekomendasikan gagasan yang mengandung kebaruan (</span><em><span style="font-weight: 400;">novelty</span></em><span style="font-weight: 400;">)</span> <span style="font-weight: 400;">dengan menghadirkan kolaborasi </span><em><span style="font-weight: 400;">Machine Learning </span></em><span style="font-weight: 400;">yang merupakan bagian dari </span><em><span style="font-weight: 400;">Artificial Intelligence</span></em><span style="font-weight: 400;"> (AI)</span> <span style="font-weight: 400;">sebagai sarana yang mempermudah para pemangku kebijakan dalam melakukan simplifikasi peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia. Dalam rangka melakukan analisis tersebut, penulisan Karya Artikel Ilmiah ini menggunakan metode yuridis normatif dengan teknis analisis deskriptif-kualitatif. Berdasarkan model pendekatan penyelesaian, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan konseptual (</span><em><span style="font-weight: 400;">conceptual approach</span></em><span style="font-weight: 400;">), pendekatan komparatif (</span><em><span style="font-weight: 400;">comparative approach</span></em><span style="font-weight: 400;">), dan pendekatan perundang-undangan (</span><em><span style="font-weight: 400;">statute approach</span></em><span style="font-weight: 400;">). Hasil dari penelitian ini menunjukkan; (i) Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan </span><em><span style="font-weight: 400;">overregulation</span></em><span style="font-weight: 400;"> di Indonesia, yaitu banyaknya pendelegasian pelaksanaan undang-undang kepada peraturan pelaksana, ego sektoral kementerian/lembaga, serta ketiadaan data peraturan perundang-undangan yang terintegrasi; (ii) Negara lain telah berhasil memanfaatkan </span><em><span style="font-weight: 400;">Machine Learning</span></em><span style="font-weight: 400;"> guna menanggulangi </span><em><span style="font-weight: 400;">overregulation</span></em><span style="font-weight: 400;"> di negaranya, yaitu Belanda, Singapura, dan Amerika Serikat; dan (iii) </span><em><span style="font-weight: 400;">Machine Learning </span></em><span style="font-weight: 400;">memiliki peran yang signifikan dalam menanggulangi </span><em><span style="font-weight: 400;">overregulation</span></em><span style="font-weight: 400;"> di Indonesia. Karya Artikel Ilmiah ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi pemerintah dalam mengimplementasikan </span><em><span style="font-weight: 400;">Machine Learning</span></em><span style="font-weight: 400;"> untuk menciptakan sistem hukum yang harmonis, efisien, dan berdaya guna. </span></p> <p> </p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/114URGENSI REKONSEPTUALISASI KONSEP PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAGI PASANGAN CALON TUNGGAL BERDASARKAN ASAS DEMOKRASI2024-10-21T10:51:58+00:00Charles Leonard Moniaga[email protected]<p>Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) merupakan instrumen penyaluran kehendak rakyat atas pemimpin yang dikehendakinya dalam negara demokrasi. Salah satu fenomena menarik dalam Pilkada adalah adanya Pilkada yang diselenggarakan dengan pasangan calon tunggal yang mana hal ini dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi karena Pilkada hanya dijadikan sarana meminta persetujuan rakyat. Kemudian, apabila pasangan calon tunggal tersebut kalah, maka Pilkada diulang kembali tahun depan atau sesuai jadwal Pilkada serentak, yakni lima tahun, serta kekosongan jabatan kepala daerah akan diisi oleh penjabat kepala daerah yang ditunjuk oleh pemerintah pusat. Fenomena tersebut dianggap tidak sesuai dengan asas demokrasi sehingga tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan urgensi rekonseptualisasi Pilkada dengan pasangan calon tunggal dan menawarkan gagasan konsep yang lebih demokratis. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan <em>(statute approach)</em> dan pendekatan konseptual <em>(conceptual approach)</em> melalui bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsep Pilkada dengan calon tunggal kurang demokratis karena tidak memberikan kebebasan memilih, rendahnya partisipasi masyarakat dan cenderung menunjukkan sentralisasi kekuasaan sehingga perlu dilakukan rekonseptualisasi dengan cara menambahkan kewajiban DPRD untuk mengusulkan pasangan calon kepala daerah, pembatasan persyaratan Pilkada dengan calon tunggal dari aspek waktu dan demokratisasi penugasan penjabat kepala daerah.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/110INOVASI LAYANAN DIGITAL PAK DALMAN SEBAGAI UPAYA TRANSFORMASI HUKUM PELAYANAN PUBLIK UNTUK MEWUJUDKAN EFISIENSI DAN AKUNTABILITAS PENCATATAN SIPIL DI KABUPATEN KENDAL2024-10-18T05:27:00+00:00Laela Novitri Ervia Rahma[email protected]<p><em>The digital service innovation PAK DALMAN, implemented by the Dispendukcapil of Kendal Regency, is a strategic step in supporting the transformation of public service law, particularly in population administration. PAK DALMAN enables citizens to apply for civil documents such as electronic ID cards, Family Cards (KK), birth certificates, and relocation certificates daring without having to visit service offices. This study employs a participatory observation method, where the author directly serves as a PAK DALMAN agent, along with a literature review of relevant regulations, such as Law No. 25 of 2009 and Ministerial Regulation No. 7 of 2019. The findings show that PAK DALMAN enhances efficiency and accountability in civil administration services. However, challenges related to digital literacy among citizens and infrastructure readiness remain significant barriers. Therefore, increased socialization and digital literacy efforts are needed, especially for communities unfamiliar with technology. By addressing these issues, PAK DALMAN can serve as a more inclusive and effective public service model in the long term.</em></p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/108ANALISIS HUKUM TINDAKAN DPR DALAM MENGESAMPINGKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT PILKADA : IMPLIKASI DAN KONSEKUENSI HUKUM2024-10-07T15:24:21+00:00Deva Alfianto Supardi[email protected]Hidayat Dita Nur Faizal[email protected]<p>Upaya penegakan demokrasi sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, tidaklah cukup apabila hanya mengandalkan pemerintah, melainkan dibutuhkan pula partisipasi aktif masyarakat di dalamnya. Termasuk memberikan pengawasan dan kontrol terhadap tindakan lembaga negara. Penelitian ini bertujuan menganalisis tindakan hukum Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait regulasi pemilihan kepala daerah, dengan fokus pada implikasi dan konsekuensi hukumnya. Kajian ini juga berfokus untuk mengeksplorasi tentang tindakan DPR RI yang mengesampingkan putusan Mahkamah Konstitusi terkait Pilkada mengenai undang-undang pemilihan kepala, khususnya terkait ambang batas pencalonan dan batas usia calon kepala daerah. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Studi ini menyimpulkan bahwa tindakan tersebut dapat dianggap sebagai <em>contempt of court</em>, melemahkan prinsip-prinsip demokrasi, menyimpangi asas lex superiori derogat legi inferiori, tindakan tanpa kewenangan, serta berpotensi menimbulkan inkonsistensi hukum. Penelitian ini juga membahas dampak isu-isu tersebut terhadap integritas dan keadilan dalam pemilihan kepala daerah 2024, termasuk ketidakadilan kesempatan antar partai politik, potensi korupsi, serta menurunnya kepercayaan publik terhadap institusi legislatif. Rekomendasi diberikan untuk menjaga penegakan putusan Mahkamah Konstitusi dan memastikan proses demokrasi dalam pemilihan kepala daerah berjalan dengan baik.</p>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legaliahttps://studialegalia.ub.ac.id/index.php/studialegalia/article/view/106REFORMASI HUKUM: TINJAUAN KRITIS TENTANG PEMBENTUKAN PERADILAN KHUSUS PENYELESAIAN SENGKETA PILKADA2024-10-02T07:58:46+00:00Benedictus Wenggar[email protected]Alfena Dorothea Saputra[email protected]Frascatia Romaya Dewi[email protected]Ovelia Gianina Indria Yusuf[email protected]<p>Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia memiliki implikasi hukum, struktural, dan<br>kelembagaan yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).<br>Indonesia, yang berkomitmen pada demokrasi konstitusional, menggarisbawahi kedaulatan rakyat<br>melalui Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan Pasal 25 huruf b International Covenant on Civil and<br>Political Rights (ICCPR). Sebagai negara hukum, Indonesia mengutamakan supremasi konstitusi,<br>sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Demokrasi yang diadopsi Indonesia ditujukan<br>untuk mencapai tujuan nasional, yang tercantum dalam alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945.<br>Praktiknya mencakup pemilu sebagai mekanisme peralihan kekuasaan yang esensial. Namun,<br>penyelesaian sengketa pemilu di Indonesia masih menjadi isu yang kompleks. Mahkamah Konstitusi<br>(MK) dan Mahkamah Agung (MA) memiliki kewenangan yang berbeda-beda dalam menangani<br>sengketa ini, mengakibatkan ketidakpastian hukum. Putusan MK No. 85/PUU-XX/2022 dan MK<br>No. 97/PUU-XI/2013 menunjukkan perbedaan pandangan mengenai kewenangan penyelesaian<br>sengketa pilkada. Oleh karena itu, pembentukan badan peradilan khusus untuk penyelesaian<br>sengketa pilkada menjadi urgent. Tulisan ini meninjau kebutuhan dan implikasi pembentukan badan<br>peradilan khusus tersebut, serta mengeksplorasi upaya strategis untuk mengakselerasi proses<br>pembentukannya demi kepastian hukum dan optimalisasi pelaksanaan demokrasi di Indonesia.</p> <div id="highlighter--hover-tools" style="display: none;"> <div id="highlighter--hover-tools--container"> <div class="highlighter--icon highlighter--icon-copy" title="Copy"> </div> <div class="highlighter--icon highlighter--icon-change-color" title="Change Color"> </div> <div class="highlighter--icon highlighter--icon-delete" title="Delete"> </div> </div> </div>2024-11-12T00:00:00+00:00Copyright (c) 2024 Journal of Studia Legalia