Penghapusan Pasal 22 Undang-undang Mahkamah Konstitusi Sebagai Upaya Memperkuat Independensi Hakim Konstitusi

Authors

  • Atikah Nurdzakiyyah
  • Eka Detik Nurwagita
  • Galuh Putri Maharani

DOI:

https://doi.org/10.61084/jsl.v3i02.43

Keywords:

Hakim konstitusi, Periode, Pengawasan, Etika

Abstract

Penyelenggaraan kekuasaan lembaga peradilan yang merdeka dalam hal ini bukan berarti MK diberi kewenangan yang seluas-luasnya tanpa pembatasan dan pengawasan yang pasti dalam UU. Hal ini dapat berpotensi pada terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh hakim konstitusi serta terganggunya independensi dan imparsialitas MK sebagai lembaga peradilan. Periode yang dimiliki oleh hakim konstitusi mengalami perubahan sejak terbitnya UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi, khususnya pada Pasal 22 yang dihapus mengenai masa jabatan hakim konstitusi selama 5 tahun dan hanya dapat dipilih kembali satu kali di masa jabatan yang selanjutnya. Hal ini telah diajukan judicial review, akan tetapi hakim MK menolak untuk seluruhnya dengan alasan tidak memenuhi syarat formilnya. Pada tulisan ini menganalisis mengenai pentingnya pengawasan hakim MK dan reformasi pada sisi hukum progresifnya. bentuk analisis yang digunakan adalah melalui identifikasi terkait permasalahan yang terjadi, dan dengan menggunakan metode penelitian berupa normatif yuridis. sikap dari putusan MK Nomor 90/PUU-XVIII/2020 sejatinya bertentangan dengan prinsip konstitusionalisme yang dianut oleh Indonesia. sistem pengawasan hakim MK yang masih memiliki permasalahan, seperti terkait kedudukan Komisi Yudisial dalam melakukan pengawasan yang menimbulkan ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum.

Downloads

Published

2022-11-21

How to Cite

Nurdzakiyyah, A., Nurwagita, E. D. ., & Maharani , G. P. . (2022). Penghapusan Pasal 22 Undang-undang Mahkamah Konstitusi Sebagai Upaya Memperkuat Independensi Hakim Konstitusi. Journal of Studia Legalia, 3(02), 1–20. https://doi.org/10.61084/jsl.v3i02.43